Aku merasa terjebak dalam sebuah kotak kayu dan aku ingin segera keluar dari kotak kayu ini. Namun aku tidak memiliki cukup keberanian, karena kotak kayu ini telah hanyut di tengah Samudera yang luas.
Cita-cita, Sejak SD hingga masa SMA, tidak, bahkan hingga saat ini, aku tetap tidak memilikinya. Aku menjalani hidup tanpa memilik tujuan, meskipun sekarang aku berkuliah dan memiliki sebuah tujuan, namun aku merasa belum dapat menerimanya.
Waktu SD aku memiliki sebuah cita-cita, ketika guru bertanya "Mau jadi apa kamu kelak?", aku memiliki sebuah gambaran yang jelas, cita-cita seorang anak lelaki, menjadi seorang Tentara. Menjadi seorang yang dapat membela negeri ini ketika kedaulatan negeri ini diserang oleh pihak asing. Sungguh sebuah cita-cita lelaki sejati. Namun sayang, sistem pendidikan negeri ini tidak berpihak kepadaku. Perspektif seorang siswa SD dari banyakan kalangan sipil sepertiku dituntut untuk bisa masuk ke SMP dan mengejar sebuah cita-cita yang sesungguhnya aku tidak menyukainya. Aku hanya bisa menerima.
Masa-masa SMA, katanya adalah masa penentuan, kemana hidup ini akan berjalan, Teman-teman di kelasku mempunyai sebuah "Cita-cita", suatu hal yang aku tidak memiliknya. Aku tidak tahu ingin menjadi apa. Dalam kebingunganku ada sebuah dorongan dari kedua orang tuaku, cita-cita yang telah mereka canangkan untuk hidupku. Menjadi seorang dokter. Meskipun mereka tidak pernah membentak dan memaksa dengan kekerasan agar aku mau mengikuti cita-cita yang mereka tentukan, tapi dorongan itu terasa begitu kuat. Faktor psikologis, ya, mungkin itu jawabnya.
Aku terbiasa bersaing dengan kakakku, terkadang dia berada diatas, kadang aku yang diatas. singkat cerita kakakku masuk sebuah Fakultas Kedokteran Swasta. Di satu sisi aku ingin mengalahkannya, tapi disisi lain, aku tidak mau menjadi seorang dokter. tidak pernah sekalipun terlintas dipikiranku untuk menjadi seorang dokter. Aku adalah seorang murid yang muak dengan pelajaran biologi sewaktu SMA, bahkan nilai Ujian Nasional untuk Biologiku hanya 5,75. Sebuah nilai yang penuh kenistaan dan merusak ijazah SMA.
Aku bagaikan seekor domba yang digiring untuk masuk ke dalam sebuah kotak kayu bernama "Fakultas Kedokteran". Sekarang aku masuk dalam kotak kayu ini. kotak kayu yang dihanyutkan ke Samudera "Ketakutan", dengan sebuah dogma bahwa jika aku ingin mencapai suatu pulau kedamaian aku tidak boleh keluar dari kotak ini.
Meskipun orang lain mengira aku bahagia dengan semua ini, sesungguhnya dalam hati aku menangis. Aku hanya tidak dapat menolak.
I cant do anything, I cant open this box, Just Waiting and Trying to Survive.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar