Senin, 29 Oktober 2012

Jadi Apa?

"Hafiz, kamu kalo udah lulus mau jadi apa?"

Sembari tersenyum dan dengan nada bicara yang memberi kesan mengayomi  pertanyaan itu terlontar dari mulut papa saat liburan semester silam. Saya mengerti maksudnya, saya bangga punya papa sepertinya, seorang yang cerdas, berwawasan luas, dan peduli akan masa depan putranya kelak. Ia kebanggaan saya.

Tetapi sayang saya hanya bisa menjawab, "belum tahu". Ya, saya belum tahu akan menjadi apa kelak. Dunia kedokteran ini dunia yang begitu luas, ada yang bilang seluas dan sedalam samudera. Luasnya mendatangkan begitu banyak peluang baik sekaligus kesempatan untuk tersesat dalam waktu bersamaan. Ini membuat saya bingung menentukan masa depan saya. Padahal tinggal tersisa beberapa bulan lagi hingga saya sarjana, dan sekitar 2 tahun lagi hingga saya mendapat gelar dokter penuh kebanggaan itu. Namun hingga saat ini saya belum tahu mau kemana saya selanjutnya, go with the flow, cuma itu yang bisa saya lakukan sekarang.

Dulu diawal-awal saya begitu menggebu-gebu untuk menjadi seorang ahli biologi molekuler setelah meraih titel dokter, namun seiring berjalannya waktu, saya tidak merasa baik dan kompeten untuk menjadi seorang peneliti seperti itu. Bahkan saya sudah melupakan hampir semua materi tentang itu.

Kemudian ada satu peluang lain yang ingin saya raih, menjadi dokter tentara. Menjadi seorang tentara adalah cita-cita saya sedari SD. Bocah mana yang tidak mau menjadi tentara? itu yang selalu ada di benak saya, hanya anak laki-laki pengecut yang tidak menginginkannya. Menjadi pahlawan/superhero, siapa yang tidak ingin. Tetapi semua pemikiran itu sudah kandas dihapus secara sadis oleh waktu. Perspektif baru tentang kehidupan membuat pikiran suci anak kecil menjadi hal-hal yang mustahil bahkan tidak patut direalisasikan, telah diganti dengan perspektif orang dewasa yang membosankan. Ya, sekarang saya tidak begitu menginginkan menjadi seorang tentara.

Dunia kedokteran terlalu luas

Pernah kepikiran ingin jadi spesialis patologi anatomi cuma karena ingin disebut "ahli kanker". Keren diawalnya, tapi kandas setelah tong fang pun katanya bisa mengobati kanker.

Pernah juga kepikiran ingin jadi ahli bedah cuma karena pernah melakukan sirkumsisi.

Pernah ingin jadi dokter olahraga biar bisa pergi ke madrid atau london.

Pernah juga kepikiran jadi dosen karena dimata mahasiswa bakalan keren.

Dan sekarang ini yang teranyar, ingin menjadi  kepala instalasi ICU. Seperti dr Yusni pembimbing skripsi saya. Selama seminggu belakangan mendekam di ICU guna menyelesaikan skripsi, saya justru kepincut dengan ruangan ini. Bagi saya ini suder duper keren, tapi gatau lah, saya rasa sih hanya keinginan saat ini.

Dan masih banyak lagi keinginan jadi dokter ini, jadi dokter itu.

Jadi apapun kelak, saya ga peduli.

Kata papa di akhirnya :

Jadilah dokter yang melayani masyarakat, papa baca koran tuh dokter muda di pulau-pulau ujung indonesia. Ini bukan urusan prestise, ini urusan pahala. Papa udah sangat bangga kamu bisa jadi dokter, papa juga pengen anak papa jadi anak yang soleh dan bermanfaat untuk lebih banyak orang. Nanti buka aja klinik yang melayani masyarakat, di depan rumah situ juga boleh.

Entahlah, Tuhan yang tahu dan saya hanya menjalankan.
Jadi dokter apa aja bermanfaat untuk masyarakat kok, tergantung dari niat personalnya. Jadi dokter sekaligus wakil rakyat juga keren, liat aja nanti. :D


Catatan N-Boy™