Ilmu kedokteran telah mempelajari hubungan psikis dan somatic. Erat sekali kaitan antara gangguan psikis terhadap gangguan somatik. Ilmu ini mempelajari, menemukan relasi dan interaksi antarfenomena antara kehidupan psikis (jiwa) dan somatic (raga) dalam keadaan sehat, ataupun sakit. Kondisi stress atau terganggunya keseimbangan jiwa seseorang menjadi faktor utama terjadinya gangguan somatic. Berdampak pada system kardiovaskuler, respirasi, gastro-intestinal, urogenital dan sebagainya. Penyebab stress dinamakan stressor. Stressor dibagi menjadi stressor fisik (panas, dingin, suara bising dan sebagainya), stressor sosial (keadaan sosial, ekonomi, politik, pekerjaan, karier, masalah keluarga, hubungan interpersonal, dan sebagainya), dan stressor psikis (merasa berdosa, rendah diri, frustasi, dan sebagainya)
Begitu banyak masalah dalam kehidupan, baik masalah pribadi ataupun masalah dengan orang lain yang membuat seseorang menjadi stress. Respon stress tiap individu berbeda dengan individu lain. Ada individu yang mudah melalui stress dengan kecerdasan emosional yang dimilik, namun tidak sedikit individu yang kadang hanya dihadapkan dengan masalah ringan dapat menimbulkan stress. Ternyata keadaan ini, selain mengganggu kondisi psikis seseorang juga menggangu kesehatan seperti meningkatnya resiko terjadinya serangan jantung (myocardial infarct) pada orang yang mengalami respon stress psikososial yang bersifat kronik.
Stress, menurut Hans Seyle seorang pakar fisiologis dan pakar stress adalah suatu respon tubuh nonspesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Jadi merupakan respon automatik tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau emosi yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisik tubuh yang optimal. Dalam keadaaan stress terjadi perubahan psikis, fisiologi, biokimia dan reaksi tubuh lainnya disamping adanya proses adaptif.
Jantung dan sirkulasi (kardiovaskuler) bereaksi demikian mudah dan erat dengan kondisi stress. Kondisi stress akan berpengaruh langsung terhadap sistem sirkulasi, peningkatan denyut jantung(takikardia), vasokonstriksi perifer adalah respon umum terhadap kondisi stress. Kondisi psikososial yang buruk memicu terjadinya respon stress dan akhirnya berpengaruh terhadap jantung. Hubungan antara gangguan psikososial dengan penyakit jantung dapat digambarkan sebagai berikut :
· Gangguan pada jantung bisa merupakan gangguan fungsional.
· Pasien yang mengalami sakit jantung akan diikuti oleh perasaan tidak enak (disforia)
· Gangguan psikososial merupakan salah satu faktor resiko dari Myocardial Infarct.
Repons stress yang timbul yaitu meningkatnya aktivitas kardiovaskuler dan mobilisasi bahan bakar metabolisme bermanfaat sebagai respons stress fisik, dan merugikan bagi stress yang disebabkan oleh psikososial. Ternyata, sebagian besar stressor dalam kehidupan sehari-hari adalah stressor psikososial seperti perasaan cemas karena ujian, konflik dengan orang lain dan perasaan tidak sabar. Mobilisasi cepat sumber daya tubuh tepat untuk menghadapi cedera fisik namun secara umum kurang sesuai untuk respon stress nonfisik.Apabila tidak dibutuhkan energi tambahan, tidak terjadi kerusakan jaringan, dan tidak ada pengeluaran darah, maka respons stress bersifat sia-sia bahkan merugikan.Terdapat bukti tidak langsung yang kuat yang menghubungkan antara pajanan stressor psikososial kronik dengan keadaan patologis seperti aterosklerosis dan hipertensi akibat respons stress yang “tidak digunakan”. Hipertensi dapat timbul akibat vasokonstriksi simpatis yang berlebihan. Pajanan berkepanjangan glukortikoid yang timbul akibat peningkatan kortisol diduga berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis. Kondisi stress juga menyebabkan peningkatan agregrasi platelet sehingga dapat menimbulkan trombus pada pembuluh darah yang menyebabkan aterosklerosis.
Respons stress meningkatkan curah jantung sehingga kontraksi miokadium jantung mengalami peningkatan yang menyebebakan konsumsi oksigen juga meningkat. Iskemia miokardium mengacu pada ketidakcukupan pasokan darah ke jaringan, dapat timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah karena aterosklerosis atau hipertensi yang diakibatkan oleh respon stress psikososial yang bersifat kronik. Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan jaringan tidak mendapat energi dan mengalami nekrosis dan dapat menyebabkan serangan infark miokardium. Jadi kondisi stress psikososial secara tidak langsung dapat menjadi faktor resiko terjadinya myocardial infarct.